Project kami kali ini adalah memotret Liputan Wedding Rudy & Rossi. Hubungi kami untuk keperluan Wedding Photography Jakarta, Indonesia maupun mancanegara.
Impianku tentang perhelatan pernikahan kita memang sangat sempurna, tapi tenanglah, aku tak akan pernah menuntutmu untuk mewujudkannya wahai calon imamku. Jangan takut menikahiku hanya karena kau tak sanggup menjadikan pernikahan impianku menjadi sebuah kenyataan.
Aku memimpikan sebuah lamaran romantis yang tak akan kulupakan seumur hidup. Tapi apapun jalan ceritanya, nanti tak akan mengubah perasaanku padamu
Tahukah wahai calon imamku? Sedari dulu aku memimpikan sebuah lamaran yang romantis beserta kejutan manis yang tak pernah kuduga. Dilengkapi juga dengan adanya dokumentasi agar nanti aku bisa melihat ekspresiku kembali saat kau memintaku menjadi teman hidupmu.
Aku ingin dilamar dengan cara yang manis dan tak biasa. Mungkin dengan balon warna-warni atau bunga mawar yang indah dengan sebuah cincin terselip diantaranya. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia aku sadar, toh keinginanku yang mungkin sedikit berlebihan itu tak mudah untuk terjadi.
Aku sadar betul, ada keterbatasan waktu dan biaya, atau mungkin saja kau memang bukan tipe pria yang romantis. Kau pasti punya caramu sendiri untuk meminangku. Maka biarlah semua mengalir seadanya saja.
Tenanglah, aku tidak sedang menuntutmu. Apapun caramu, aku akan tetap merasa bahagia. Toh meskipun lamaran impianku tak bisa terwujud, tak akan mengurangi sakralnya hubungan pernikahan kita nanti. Namun satu hal pasti yang selalu kuinginkan untuk terwujud adalah, laki-laki tampan yang dating untuk melamarku adalah dirimu.
Aku menginginkan pesta pernikahan sederhana, namun tetap sakral dan penuh cinta. Tapi kalaupun harus taat dengan prosesi adat kita, aku akan tetap bahagia bersanding di pelaminan bersamamu
Aku ingin pernikahan sederhana, dengan tema vintage dan mengundang orang-orang terdekat saja. Rasanya pesta kebun sederhana akan terlihat manis, apalagi tamu-tamu kehormatan kita pasti akan merasa dekat satu sama lain.
Tapi tentu saja itu tak mudah untuk terealisasi. Bagaimanapun juga, kita harus mengikuti adat juga. Orangtua kita sudah pasti punya keinginan yang berbeda. Mungkin sejak kita sudah mulai menunjukkan keseriusan kita dihapan mereka, dibenak mereka juga sudah terlintas bayangan pesta kita di kepala mereka. Mereka pasti menginginkan pernikahan yang sewajarnya saja, yang syarat dengan prosesi adat istiadat kita.
Padahal aku ingin pesta kita nanti bahkan bisa kita dekorasi sesuai imajinasi kita, dengan tambahan ornamen uniknya supaya bisa kita kenang dan banggakan pada anak kita nanti. Aku rasa tirai dihisai bunga dan dua kursi sederhana akan jadi lebih manis daripada pelaminan dengan harga berjuta-juta. Tapi seandainya pun mimpi ini tak jadi nyata, toh aku pernah berimajinasi tentangnya.
Belum lagi masalah undangan pernikahan, yang kuharap dengan tampilan lucu dan menggemaska. Tapi aku sadar, itu hanyalah keinginanku secara sepihak saja. Aku tak akan memasksakan semuanya harus sesuai dengan seleraku. Aku paham dengan baik, bahwa ini adalah hari besar kita berdua dan keluarga kita. Semua harus diputuskan bersama, agar semua bisa ikut berbahagia.
Ingin rasanya membuat souvenir pernikahan dengan tanganku sendiri. Tapi jika itu tak juga disetujui, aku tak akan mundur selangkah pun untuk jadi istrimu
Kamu tahu, kan kalau aku punya hobi membuat kerajinan tangan? Ya, tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan keterampilanku itu. Aku ingin sekali membuat prakarya unik sebagai souvenir acara pernikahan kita nanti.
Aku sangat senang sekali saat kamu menyetujui usulku itu. Terima kasih karena kau mau mempercayaiku untuk membuat kenang-kenangan pernikahan kita untuk para tamu undangan nanti. Tetapi, lagi-lagi banyak yang tak setuju dengan ideku itu.
Tiap kali aku bergelut dengan gunting, benang, kain dan lem-lem di ruang kerjaku, selalu terdengar nasehat yang mematahkan semangatku. Menurut mereka akan lebih menghemat waktu jika aku membelinya saja. Ah, sayang aku kecewa. Saat aku ingin berkreasi untuk hari bahagia kita nanti, orang-orang justru tidak mengizinkannya.
Tapi sekali lagi tenanglah, sayangku. Jangan pikirhanya karena masalah ini aku lantas mengurungkan niat untuk jadi istrimu. Biarlah saja, meski aku tak bisa berkreasi untuk pernikahan impian kita, yang terpenting tamu-tamu undangan bisa turut berbahagia melihat kita duduk bersanding di pelaminan. Walau souvenirnya biasa saja, aku yakin mereka akan senantiasa tulus mendoakan rumah tangga kita.
Dari dulu aku memimpikan bulan madu yang penuh romansa bersamamu. Namun itu bukanlah tuntutan yang harus kau penuhi, mari kita nikmati setiap waktu yang ada berdua dengan sukacita
Ketika acara sederhana nan sakral itu usai, aku ingin pergi menjelajah surga bersamamu. Honeymoon — begitulah orang-orang menyebutnya. Aku ingin menghabiskan waktu di pinggir pantai, menikmati waktu kita penuh dengan romansa, bangun disampingmu sambil mendengar deburan ombak dan memotret kenangan indah kita hingga sang surya pamit dari hadapan kita.
Tunggu, bisakah keinginanku itu terwujud? Ah, lagi-lagi keinginan itu mungkin tak juga bisa terwujud. Aku lupa kalau kita terbentur masalah waktu. Aku dan kau adalah karyawan yang harus patuh pada peraturan tempat kita mencari penghidupan. Mungkin tak banyak waktu yang bisa kita miliki berdua.
Tenanglah wahai calon imamku, walaupun keinginanku itu tak bisa juga terwujud, aku tak akan murka padamu. Pernikahan bukan perkara bulan madu. Kalaupun nanti kita tak punya waktu untuk honeymoon, aku tak akan pernah mendustai kenikmatan yang sudah Tuhan berikan padaku, yaitu menjadi istri dan ibu bagi anak-anakmu nanti.
Aku juga punya bayangan tentang rumah impian untuk keluarga kecil kita nanti. Tapi aku tak akan merengek memintanya darimu. Mari saling mendukung untuk membuatnya menjadi nyata
Ingatkah kamu cerita tentang rumah impian yang pernah kuungkapkan padamu? Rumah dengan jendela besar, beraksitektur Jepang, dan halaman yang luas tempat anak-anak kita tumbuh dan berkembang dengan alam. Aku meginginkan sebuah jendela besar supaya udara bebas bisa senantiasa memberikan nafas segar pada keluarga kita. Oh iya, aku juga berkhayal ada rumah pohon cantik di halaman. Rumah pohon itu adalah tempat kita menikmati senja dan bintang, atau juga tempat anak-anak kita bermain nanti.
Tapi, lagi-lagi impian itu terbentur dengan realita yang ada. Aku sadar kita bukan orang dengan kebebasan finansial diatas rata-rata. Bahkan kita harus berusaha keras banting tulang dan memeras keringat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi mewujudkan impian kita untuk menikah.
Sekali lagi, tenanglah lelakiku. Percayalah, aku bukanlah wanita seperti itu. Aku tak akan pernah meninggalkanmu hanya karena kau tak bisa membangun rumah impian untuk keluarga kita. Jangan khawatir, karena aku bersedia hidup sebagai pendampingmu meski harus tidur di rumah kontrakan sederhana. Selama kau dan aku selalu berusaha dan berjibaku untuk mewujudkannya, aku tak akan pernah mempermasalahkannya.
Bukankah akan lebih manis jika kita mengalami banyak proses hidup bersama-sama? Rumah impian yang pernah ku ceritakan itu tak perlu kau turuti. Mari kita usahakan bersama-sama. Bagiku rumah ternyaman dan selalu jadi impianku adalah dirimu. Kaulah rumah yang selalu bisa menghangatkan keluarga kecil kita nanti.
Ya, jikalau impian-impianku di atas memang tak bisa terwujud, tak masalah buatku. Tapi satu impian yang selalu diam-diam kupanjatkan dalam do’a, yatu menjadi pendampingmu bisa terwujud jadi nyata.
Dan akhirnya hari itu pun tiba, terima kasih ya Tuhan untuk anugerahMu yang sungguh besar…
Untuk kebutuhan Wedding Photography Jakarta, Indonesia maupun manca negara dapat menghubungi link kontak berikut.